Demikian pula penelitian Arfad Putzai (1998) menggunakan kentang transgenik yang mentah diberikan kepada tikus percobaan memberikan gejala gangguan pencernaan, imunosupresif, kekerdilan, serta adanya arthritis.
Apakah arthritis pada domba Dolly sesudah enam tahun dari kelahirannya disebabkan oleh penggunaan teknologi rekayasa genetika? masih diragukan kebenarannya. Walaupun percobaan Arfad Putzai ditentang oleh berbagai pakar di seluruh dunia tentang keakuratan penelitian tersebut, tetapi Perdana Menteri Inggris menyatakan agar meninjau kembali tentang peraturan penggunaan produk-produk biotehnologi di Inggris. Kedua percobaan tersebut merupakan kenyataan dampak negatif yang disebabkan oleh penggunaan GMO.
Satu-satunya gangguan kesehatan sebagai dampak negatif atau bentuk nyata penggunaan hasil rekayasa genetika (GMO), pada manusia yang telah dapat dibuktikan ialah reaksi alergis. Tetapi, baik diketahui bahwa gen tersebut menimbulkan reaksi alergis maka seketika itu seluruh gen serta produk dari gen tersebut ditarik dari peredaran, sehingga dikatakan sampai saat ini belum dijumpai lagi adanya dampak negatif gangguan kesehatan yang ditimbulkan dalam penggunaan GMO pada manusia.
Seperti dikemukakan oleh Wallase, 2000, bahwa tidak seorang pun di muka Bumi ini ingin menjadi hewan percobaan terhadap penggunaan produk GMO. Sedangkan untuk hewan dan beberapa hewan percobaan ada pula dijumpai di lapangan seperti adanya penggunaan GMO pada tanaman yang digunakan sebagai bahan pakan pokok larva kupu-kupu raja menimbulkan gangguan pencernaan, menjadi kuntet akhirnya larva kupu-kupu mati.
Temuan di lapangan mengenai kasus kematian larva kupu-kupu yang memakan bahan pakan produk GMO dan hasil penelitian Arfad Putzai memberikan kekhawatiran terhadap pemberian hasil rekayasa genetika kepada hewan maupun manusia dalam keadaan mentah. Bentuk nyata lainnya penggunaan hasil rekayasa genetika yang telah pernah dijumpai ialah adanya gangguan lingkungan berupa tanaman yang mempergunakan bibit rekayasa genetika menghasilkan pestisida. Sesudah dewasa tanaman transgenik yang tahan hama tanaman menjadi mati dan berguguran ke tanah. Bakteri dan jasat renik lainya yang dijumpai pada tanah tanaman tersebut mengalami kematian. Kenyataan di lapangan bahwa hasil trasngenik akan mematikan jasad renik dalam tanah sehingga dalam jangka panjang dikhawatirkan akan memberikan gangguan terhadap struktur dan tekstur tanah.Di khawatirkan pada areal tanaman transgenetik sesudah bertahun-tahun akan memunculkan gurun pasir. Kenyataan di lapangan adanya sifat GMO yang disebut cross-polination. Gen tanaman transgenetik dapat ber-cross- polination dengan tumbuhan lainnya sehingga mengakibatkan munculnya tumbuhan baru yang dapat resisten terhadap gen yang tahan terhadap hama penyakit. Cross-polination dapat terjadi pada jarak 600 meter sampai satu kilometer dari areal tanaman transgenic. Sehingga bagi areal tanaman transgenik yang sempit dan berbatasan dengan gulma maka dikhawatirkan akan munculnya gulma baru yang juga resisten terhadap hama tanaman tertentu.
Penggunaan bovinesomatotropine hormon yang berasal hasil rekayasa genetika dapat meningkatkan produksi susu sapi mencapai 40 persen dari produksi biasanya; demikian pula porcine somatotropin yang dapat meningkatkan produksi daging babi 25 persen dari daily gain biasanya.
Tetapi, kedua ini akan menghasilkan hasil sampingan berupa insulin growth factor I (IGF I) yang banyak dijumpai di dalam darah maupun di dalam daging, hati, serta di dalam susu. Mengonsumsi IGF I akan memberikan kekhawatiran risiko munculnya penyakit diabetes, penyakit AIDS dan resisten terhadap antibiotika pada manusia sedangkan pada sapi akan memberikan risiko munculnya penyakit sapi-gila serta penyakit radang kelenjar susu (mastitis).
Kekhawatiran munculnya dampak negatif penggunaan GMO terhadap ekonomi bibit yang dihasilkan dengan rekayasa genetika merupakan final stok bahkan disebut dengan suicide seed sehingga membuat kekhawatiran akan adanya monopoli. Kekhawatiran terhadap efesiensi penggunaan GMO, misalnya, di Meksiko penggunaan bovinesomatothropine kepada sapi meningkatkan produksi susu 25 persen tetapi penggunaan pakan meningkat sehingga tidak adanya efisiensi.
Demikian pula kekhawatiran penanaman kapas Bt di Provinsi Sulawesi Selatan dapat meningkatkan produksi tiga kali lipat, tetapi bila subsidi supplier ditarik apakah tetap efisien? Kekhawatiran akan musnahnya komoditas bersaing apabila minyak kanola diproduksi dengan rekayasa genetika dapat meningkatkan produksi minyak goreng beratus kali lipat maka akan punah penanaman tanaman penghasil minyak goreng lainnya seperti kelapa dan kelapa sawit.
Demikian pula dengan teknologi rekayasa genetika telah diproduksi gula dengan derajat kemanisan beribu kali dari gula biasanya, maka dikekhawatirkan musnahnya tanaman penghasil gula.
Kekhawatiran munculnya dampak negatif penggunaan GMO terhadap sosial bersifat religi, bagi umat Islam penggunaan gen yang ditransplantasikan ke produk makanan maka akan menimbulkan kekhawatiran bagi warga Muslim. Penggunaan gen hewan pada bahan makanan hasil rekayasa genetika yang akan dikonsumsi merupakan kekhawatiran bagi mereka yang vegetarian.
Kloning manusia seutuhnya merupakan kekhawatiran umat manusia yang akan memusnahkan nilai-nilai kemanusiaan. Gen hewan disilangkan dengan gen manusia yang akan memberikan turunan sebagai hewan, yang jelas-jelas menurunkan nilai-nilai kemanusiaan.
Kekhawatiran munculnya dampak negatif penggunaan GMO di Indonesia, Indonesia telah mengimpor berbagai komoditas yang diduga sebagai hasil dari rekayasa genetika maupun yang tercemar dengan GMO, berasal dari negara-negara yang telah menggunakan teknologi rekayasa genetika. Mulai dari tanaman, bahan pangan dan pakan, obat-obatan, hormon, bunga, perkayuan, hasil perkebunan, hasil peternakan dan sebagainya diduga mengandung GMO atau tercemar GMO.
Kebiasaan akan mendorong kekhawatiran munculnya dampak negatif penggunaan hasil rekayasa genetika
Gangguan terhadap lingkungan
Pola tanam produk pertanian di Indonesia areal kecil dikelilingi oleh berbagai gulma, dengan adanya sifat cross-polination dari GMO maka dikhawatirkan akan bermunculan gulma baru yang lebih resisten.
Tanpa membakar sisa tanaman GMO akan memusnahkan jasad renik dalam tanah bekas penanaman tanaman GMO akibat sifat dari sisa GMO yang bersifat toksis. Jangka panjang akan merubah struktur dan tekstur tanah.
Sifat tanaman GMO yang dapat membunuh larva kupu-kupu, akan memberikan kekhawatiran punahnya kupu-kupu di Sulawesi Selatan. Seperti diketahui Sulawesi Selatan termasyhur dengan kupu-kupunya.
Gangguan terhadap kesehatan.
Satu-satunya gangguan kesehatan akibat penggunaan hasil rekayasa genetika ialah reaksi alergis yang sudah dapat dibuktikan. Kebiasaan mengonsumsi daging, di Indonesia memiliki kekhususan tersendiri dalam pola konsumsi daging, tidak ada bagian tubuh sapi yang tidak dikonsumsi. Apabila sapi disuntik dengan bovinesomatotropin, mengakibatkan kadar IGF I meningkat sangat tinggi dalam darah dan hati. Bagi daerah yang menggunakan darah sebagai bahan pangan demikian pula mengonsumsi hati (Indonesia mengimpor hati sejumlah lima juta kg dari negara-negara yang menggunakan GMO) memberikan kekhawatiran munculnya dampak negatif penggunaan GMO.
Kebiasaan di Indonesia mengonsumsi lalapan, mulai dari kol, kacang panjang, terong, kemangi, dan sebagainya apabila berasal dari tanaman transgenik maka dikhawatirkan memunculkan dampak negatif seperti larva kupu-kupu.
Kebiasaan di Indonesia menggunakan tauge mentah, kemungkinan dipergunakan kedele impor yang diduga kedele transgenik, maka dikhawatirkan munculnya dampak negatif seperti percobaan Arfad Putzai.
Kebiasaan pakan ternak, dari gulma, sisa-sisa dari hasil pertanian apabila berasal dari areal penanaman transgenik kemungkinan telah mengandung transgenik akan memberikan kekhawatiran seperti percobaan Arfad Putzai.
Indonesia telah mengimpor kedelai dua juta ton dan jagung 1,2 juta ton serta berbagai komoditas lainnya pada tahun 2000 yang diduga mengandung GMO, sehingga sudah dapat dipastikan Indonesia telah mengonsumsi hasil rekayasa genetika. Tetapi, hingga saat ini belum pernah dilaporkan adanya dampak negatif dari penggunaan GMO. Jangankan mendeteksi dampak negatif penggunaan GMO, mendeteksi apakah komoditas yang diimpor mengandung GMO saja belum pernah dilakukan di Indonesia. Justru untuk itulah kami memberanikan diri mengemukakan dugaan kekhawatiran munculnya dampak negatif penggunaan dari produk rekayasa genetika di Indonesia
Pembicara pertama merupakan salah seorang aktivis lingkungan yang juga peneliti dari Paraguay yang mempresentasikan bagaimana usaha untuk promosi serta pengembangan bahan bakar agro yang dipercaya dapat mengurangi emisi karbon dan memiliki dampak yang sangat kuat dan besar terhadap perusakan dan penggundulan hutan, karena terjadinya Euphoria bahan bakar agro yang dapat memberikan pemasukan yang besar sehingga lahan hutan berubah menjadi lahan untuk kebutuhan bahan bakar agro.
Kemudian dilanjutkan dengan presentasi dari salah seorang peneliti dari Koalisi Hutan Global yang mengangkat persoalan bagaimana generasi kedua dari bahan bakar biologis (biofuels) akan merusak hutan alam dan juga malah memperburuk pemanasan global. Biofuel generasi kedua yang saat ini dipromosikan adalah ethanol yang terbuat dari selulosa. Pertanyaan utamanya adalah apakah etanol selulosa ini merupakan sebuah solusi atau masalah besar lainnya?
Konferensi ini dibuka dengan paparan mengenai bagaimana generasi kedua dari biofuel ini, yaitu biofuel yang berasal dari sumber-sumber selulosa seperti pohon dsb dilahirkan. Hal ini terjadi karena adanya kesadaran dan perhatian akan terjadinya kompetisi antara pemenuhan kebutuhan makanan dan bahan bakar yang terjadi dalam bentuk perebutan tata guna lahan. Hal ini diperkuat dengan dokumentasi yang sangat baik dari perusakan hutan-hutan tropis yang sangat parah seperti hutan Amazon, untuk penanaman kedelai, sebagai reaksi langsung dari meningkatnya kebutuhan akan biofuel. Maka berkembanglah wacana tentang generasi kedua biofuel. Global Forest Coalition (GFC) berargumen bahwa pemanfaatan selulosa terutama yang berasal dari pohon akan memperbesar masalah yang ada, bahkan membuat persoalan baru.
Menurut GFC, industri bioteknologi melihat ethanol dari bahan selulosa ini sebagai kesempatan untuk mempromosikan penemuan mereka berupa pohon ‘frankentree’, yaitu pohon-pohon yang dikembangkan melalui rekayasa genetik, sebagai jawaban atas nama membantu menyelesaikan masalah pemanasan global. GFC berargumen bahwa industri bioteknologi ini memperkuat dirinya bersama perusahaan agrobisnis dan perusahaan minyak untuk menciptakan kemitraan yang berbahaya.
Menurut GFC, agrofuels ini merupakan hegemoni yang diciptakan oleh Amerika Serikat, dengan argumen-argumen sebagai berikut :
- Departemen energi Amerika Serikat telah berinvestasi secara besar-besaran di dalam apa yang disebut sebagai agrofuel ’generasi kedua’ termasuk ethanol selulosa yang berasal dari rekayasa genetis terhadap pepohonan. Salah satu fasilitas riset yang mendukung adalah Oak Ridge National Laboratory, tempat dikembangkannya bom atom.
- Center Intelligent Agency (CIA) terlibat dalam pengembangan ini.
- Biofuels menjadi salah satu cara yang paling baru yang digunakan oleh Amerika Serikat untuk tetap mengontrol serta mengelola suplai energi dunia dan juga untuk tetap mempromosikan agenda global mereka tentang dominasi korporasi.
- Salah satu dari daerah hutan terluas di AS bagian tenggara, ditutupi oleh perkebunan pinus. Daerah ini menjadi salah satu produsen terbesar pulp untuk kertas.
- Saat ini ada aktifitas untuk mengubah perkebunan pinus ini menjadi sumber biofuels untuk ethanol selulosa. Negara bagian Georgia bahkan ingin menjadi ’Saudi Arabia’ dari biofuels, dengan menggunakan perkebunan pinus mereka menjadi sumber biofuels.
- Transformasi perkebunan pinus dari sumber pulp menjadi sumber biofuels akan sangat mengurangi jumlah pulp yang tersedia untuk kebutuhan kertas.
- Pemenuhan untuk kebutuhan pulp ini akan mencari sumber yang lain. Permintaan akan tetap, sehingga pemenuhannya akan dipenuhi dari AS atau perusahaan-perusahaan akan mendapatkannya dari daerah lain.
Organisme Berbahaya
Salah satu hal yang juga diperhatikan oleh GFC adalah adanya penciptaan sebuah organisme, dimana ethanol selulosa ini memerlukan penggunaan modifikasi genetik serta penggunaan organisme baru. Yang kita tidak tahu adalah akibat yang akan terjadi pada lingkungan jika ketika organisme ini secara tidak sengaja terlepaskan. Contohnya, saat ini ada perusahaan-perusahaan yang sedang mengembangkan enzim untuk mencerna kayu untuk ethanol selulosa. Perusahaan-perusahaan ini juga sedang mengembangkan pohon dengan enzim melalui rekayasa gentik yang dapat mencerna dirinya sendiri. Kita bisa sama-sama membayangkan betapa bahayanya ketika enzim ini dilepaskan di hutan.
Hal berikutnya yang menjadi perhatian adalah adanya invasi ’makhluk asing’ pada hutan-hutan. Siapakah ’makhluk asing’ tersebut? Mereka adalah pohon-pohon yang telah direkayasa secara genetis. Contoh yang paling nyata adalah rekayasa genetik terhadap Eucalyptus agar menjadi lebih tahan terhadap suhu dingin. Yang akan terjadi adalah kemungkinan invasi ’makhluk asing’ berupa pohon dengan rekayasa genetik ini ke wilayah-wilayah lain, yang akan mengancam ekosistem hutan yang ada. ArborGEN sebuah perusahaan rekayasa genetik dari AS telah menerima ijin dari USDA (badan pembangunan AS) untuk mencoba hasil test Eucalyptus mereka dan mengembangkan biji Eucalyptus tersebut, dan perusahaan ini sedang meminta ijin yang sama kepada pemerintah Brazil. Persoalannya adalah akan terjadi kontaminasi terhadap hutan berupa pohon-pohon dengan rekayasa genetik.
Persoalannya adalah pohon-pohon tersebut lebih cepat melepaskan CO2 dibandingkan pohon-pohon yang asli. Studi dan pembuatan model yang dilakukan oleh Universitas DUKE pada tahun 2004 menghasilkan temuan bahwa hutan di North Carolina, Amerika bagian tenggara dapat menyebarkan benihnya sampai ke Canada bagian timur, lebih dari 1200 kilometer. Hal ini menggambarkan potensi ancaman pohon-pohon dengan rekayasa genetik terhadap hutan asli. Kontaminasi hutan asli oleh pohon-pohon yang direkayasa secara genetis akan merusak dan mengganggu ekosistem hutan dan akan meningkatkan tingkat kematian hutan asli, kehilangan keanekaragaman hayati, dan bahkan memperburuk pemanasan global.
Salah satu kasusnya adalah kebakaran hutan yang terjadi di California baru-baru ini, dimana perkebunan pinus di California terbakar hebat dan ada usaha untuk menggantinya dengan perkebunan Eucalyptus yang telah direkayasan secara genetis. Sementara pohon eucalyptus merupakan pohon yang sangat mudah terbakar. Efek lainnya adalah cadangan air tanah yang akan berkurang, karena perkebunan Eucalyptus terbukti telah mengkonsumsi air permukaan serta air tanah yang menyebabkan situasi kekeringan.
Maka, ketika karbon yang dilepaskan melalui deforestasi serta kebakaran hutan dimasukkan dalam faktor penghitungan, biofuels yang berbasis kayu bukan lagimenjadi solusi bagi perubahan iklim, tetapi malah menjadi masalah.
Salah satu efek lain yang akan timbul adalah pengaruh terhadap masyarakat lokal / tradisional. Di mana masyarakat dengan pengetahuan lokal mereka untuk bertahan hidup harus menyesuaikan diri dengan hutan yang ’baru’. Juga studi terakhir menemukan bahwa pohon Eucalyptus merupakan rumah yang baik bagi jamur patogen yang cukup mematikan, yaitu Cryptococcus Gattii.
Belajar dari pengalaman tersebut di atas, maka kita perlu terus menjadi kritis terhadap kebijakan-kebijakan energi yang dikembangkan saat ini. Di satu sisi, perubahan iklim memang menjadi isu dan persoalan yang penting, juga persoalan kebutuhan energi. Tetapi juga harus dikritisi selalu, bahwa pemenuhan kebijakan energi ini harus dapat menjaga ekosistem yang ada dan juga membawa manfaat pada masyarakat lokal dan tradisional, bukan malah mengancam.
Terobosan ini berhasil dilakukan Stemagen Corp di La Jolla, California menggunakan teknik yang disebut SCNT (somatic cell nuclear transfer). Inti sel telur diambil kemudian diisi inti sel somatik, dalam hal ini digunakan sel kulit. Teknik seperti ini dipakai Ian Wilmut dan kawan-kawan untuk membuat Dolly, domba kloning pertama.
Sel telur yang telah diisi inti sel somatik tersebut dibudidayakan dalam lingkungan bernutrisi sampai tumbuh menjadi embrio. Setelah lima hari, terbentuk embrio yang tersusun dari kumpulan sekitar 150 sel.
Embrio-embrio tersebut tidak dimaksudkan untuk dikembangkan menjadi janin, melainkan sebagai sumber sel induk embrionik. Jenis sel induk yang terbentuk pada embrio tua yang akan berkembang menjadi janin ini sangat berguna karena dapat tumbuh menjadi tulang, daging, kulit, dan jaringan tubuh lainnya.
Pada penelitian kali ini, para peneliti Stemagen belum mengekstrak sel induk embrionik dari embrio hasil kloning. Namun, mereka sudah berhasil membuktikan bahwa embrio tersebut merupakan hasil kloning karena memiliki DNA yang sama dengan pria yang menjadi donornya. Jika terobosan ini terbukti benar, mereka akan tercatat sebagai peneliti pertama yang berhasil mengkloning embrio manusia sebagai sumber sel induk embrionik.
"Kami berharap ini akan menjadi titik balik bagi banyak penelitian-penelitian berikutnya," ujar Andrew French, ketua tim peneliti yang melaprokan keberhasilannya dalam jurnal Stem Cells. Kini mereka sedang fokus untuk mengekstrak sel-sel induk embrionik dari embrio hasil kloning.
Keberhasilan membuat embrio manusia hasil kloning buknalah yang pertama kali dilaporkan. Para peneliti Inggris sudah dapat melakukannay pada tahun 2005 bahkan sampai embrio cukup matang untuk menghasilkan sel-sel induk embrionik. Namun, sampai sekarang belum ada satupun peneliti yang dilaporkan berhasil mengekstrak sel induk embrionik manusia.
Ilmuwan Korea Hwang Woo-suk pernah mengklaim sebagai peneliti pertama yang mengekstrak sel induk embrionik manusia. Namun, keberhasilan tersebut dianggap bohong belaka setelah ditemukan pemalsuan data-data hasil analisis pada makalah ilmiahnya.
Sel-sel induk embrionik hasil kloning dapat digunakan untuk mempelajari penyakit, respon obat, bahkan membuat organ transplantasi yang sesuai kebutuhan pasien. Namun, penelitian tersebut juga mengundang kritik menyangkut etika.
Tanaman Produk Bioteknologi
TANAMAN produk bioteknologi telah beberapa diperdagangkan di berbagai negara. Tanaman hasil rekayasa genetika tersebut menyerupai tanaman asalnya, tetapi memiliki sifat-sifat tertentu yang menyebabkan tanaman tersebut lebih baik. Tanaman tersebut memberikan keuntungan bagi petani dan konsumen. Petani memperoleh hasil yang lebih tinggi dan peningkatan keleluasaan dalam pengelolaan tanaman, sedangkan konsumen memperoleh hasil yang lebih menyehatkan, antara lain tanaman yang ditanam dengan penggunaan pestisida lebih sedikit dan atau kandungan nutrisi yang lebih menyehatkan.
Tanaman produk bioteknologi yang telah disetujui untuk pangan merupakan tanaman yang dimodifikasi untuk memiliki sifat-sifat seperti ketahanan terhadap penyakit, ketahanan terhadap herbisida, perubahan kandungan nutrisi, dan peningkatan daya simpan.
Kedelai biotek
Kedelai merupakan tanaman penghasil minyak yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Bijinya mengandung asam amino esensial lebih tinggi dibanding dengan daging, sehingga merupakan tanaman pangan yang sangat penting saat ini.
Kedelai toleren herbisida, varietas kedelai toleran herbisida mengandung gen yang memberikan ketahanan terhadap satu atau dua herbisida berspektrum luas, yang ramah lingkungan. Tanaman kedelai hasil modifikasi genetika ini memberikan pengendalian gulma lebih baik dan mengurangi kerusakan tanaman. Selain itu juga meningkatkan efisiensi budi daya dengan optimalisasi hasil melalui pemanfaatan lahan yang efisien, menghemat waktu tanam, dan peningkatan keleluasaan pergiliran tanaman. Penggunaan tanaman kedelai ini juga mendorong adopsi sistem tanam tanpa oleh tanah (TOT), yang merupakan bagian penting dari konservasi lahan.
Varietas kedelai hasil modifikasi genetika tersebut sama seperti varietas kedelai lainnya dalam hal kandungan nutrisi dan komposisinya maupun cara pemrosesannya menjadi pangan dan pakan. Kedelai biotek telah disetujui untuk digunakan sebagai bahan pangan di negara Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Uni Eropa, Jepang, Korea, Meksiko, Belanda, Rusia, Switzerland, Uruguay, dan Amerika Serikat.
Tanaman hasil modifikasi genetika mengandung asam oleat yang tinggi, yang merupakan asam lemak tak jenuh tunggal. Menurut ahli gizi, lemak tak jenuh tunggal merupakan lemak yang lebih baik dibanding lemak jenuh yang terdapat pada sapi, babi, keju dan produk ternak lainnya. Minyak yang diproses dari tanaman kedelai ini sama seperti minyak kacang tanah dan minyak zaitun. Kandungan asam oleat pada kedelai umumnya 24 persen. Tetapi, kandungan asam oleat pada kedelai hasil modifikasi genetika ini melebihi 80 persen. Kedelai yang ditingkatkan kandungan asam oleatnya telah disetujui untuk digunakan sebagai bahan pangan di Kanada, Australia, dan Amerika Serikat.
Jagung biotek
Jagung merupakan salah satu dari tiga tanaman pangan utama. Jagung toleran herbisida, varietas jagung ini sama seperti tanaman kedelai toleran herbisida. Memungkinkan petani mendapatkan keleluasaan dalam menggunakan herbisida tertentu untuk mengendalikan gulma yang merusak tanaman.
Jagung yang toleran terhadap herbisida ini telah telah disetujui untuk digunakan sebagai bahan pangan di negara Argentina, Australia, Kanada, Jepang, dan Amerika Serikat.
Jagung tahan hama, jagung yang dimodifikasi untuk tahan hama mampu menghasilkan protein insektisida yang biasa dihasilkan oleh mikroba tanah yang terdapat di alam (Bt), yang memberikan perlindungan tanaman jagung sepanjang musim dari hama penggerek jagung. Protein Bt telah lama digunakan secara aman sebagai agensia pengendali hama lebih dari 40 tahun.
Ini berarti petani tidak perlu lagi menyemprotkan insektisida untuk melindungi tanaman jagung dari hama yang dapat merusak tanaman dan menyebabkan kehilangan hasil. Jagung Bt juga mengurangi kontaminasi toksin yang dihasilkan oleh serangan jamur pada biji yang rusak. Jagung Bt telah disetujui untuk digunakan sebagai bahan pangan di negara Argentina, Australia, Kanada, Denmark, Eropa, Jepang, Belanda, Afrika Selatan, Switzerland, Inggris, dan Amerika Serikat.
Kanola biotek
Kanola merupakan variasi genetik dari rapeseed yang dikembangkan oleh pemulia Kanada untuk kualitas nutrisinya, khususnya kadar lemak rendah. Kanola toleran herbisida berperilaku seperti tanaman lainnya yang dimodifikasi untuk toleran terhadap herbisida. Untuk keuntungannya sama seperti halnya kedelai toleran herbisida. Kanol laurat tinggi, kanola ini memiliki kadar laurat tinggi. Minyak yang diproses dari tanaman ini sama dengan minyak kelapa dan kelapa sawit.
Minyak kanola baru ini dijual pada industri pangan untuk digunakan sebagai pelapis kembang gula cokelat, pemutih kopi, campuran pelapis kue, dan campuran penutup atas. Bahan ini digunakan juga dalam industri kosmetik. Kanola toleran herbisida telah disetujui untuk digunakan sebagai bahan pangan di negara Kanada dan Amerika Serikat. Kanola asam oleat, tipe baru kanola ini mengandung asam oleat tinggi dan sampai saat ini telah disetujui untuk digunakan sebagai bahan pangan di Kanada.
Kapas biotek
Kapas tahan hama, tanaman kapas ini bersifat seperti tanaman jagung tahan hama. Kapas ini menghasilkan suatu protein yang dapat memberikan perlindungan sepanjang musim tanam terhadap ulat penggerek buah kapas. Dengan demikian, kebutuhan pemberian insektisida tambahan untuk pemberantasan hama tersebut dapat dikurangi, bahkan ditiadakan. Kapas Bt telah disetujui untuk digunakan di negara Argentina, Australia, Kanada, Cina, Jepang, Meksiko, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat.
Kapas toleran herbisida, kapas ini bersifat seperti tanaman lain yang dimodifikasi untuk toleran terhadap herbisida. Untuk keuntungan sama seperti halnya kedelai toleran herbisida. Kapas toleran herbisida telah disetujui untuk digunakan di negara Australia, Kanada, Jepang, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat.
Kentang biotek
Kentang tahan hama, jenis kentang ini bersifat seperti tanaman jagung tahan hama. Sifat ketahanan tersebut memberikan perlindungan tanaman terhadap kumbang kentang Colorado. Dengan demikian, tanaman kentang ini tidak memerlukan tambahan perlindungan terhadap hama tersebut, yang tentu saja akan menguntungkan petani, konsumen, dan lingkungan. Kentang ini telah disetujui untuk digunakan sebagai bahan pangan di negara Kanada, Jepang, dan Amerika Serikat.
Kentang tahan virus, beberapa varietas kentang telah dimodifikasi untuk ketahanan terhadap virus daun menggulung dan virus Y kentang. Seperti halnya vaksinasi pada manusia, tanaman kentang mendapat inokulasi mencegah penyakit virus tersebut, sehingga terlindung melalui bioteknologi terhadap virus tertentu. Selanjutnya ketahanan terhadap virus akan mengurangi pemakaian insektisida yang diperlukan untuk pemberantasan vektor yang menularkan virus. Kentang ini telah disetujui untuk digunakan sebagai bahan pangan di negara Kanada dan Amerika Serikat.
”Squash” biotek
Squash tahan virus, squash kuning berleher panjang hasil modifikasi genetika memiliki ketahanan terhadap virus mosaik semangka dan virus mosaik kuning zucchini. Varietas baru ini memiliki protein selubung dari kedua virus tersebut. Pendekatan biotek ini dilakukan tanpa pemberantasan kutu aphis sehingga dapat mengurangi atau meniadakan pemakaian insektisida. Squash ini disetujui untuk digunakan sebagai bahan pangan di negara Kanada dan Amerika Serikat.
Pepaya biotek
Pepaya tahan virus, pepaya yang dikembangkan di Hawaii ini memiliki gen virus yang mengode protein selubung dari virus bercak cincin pepaya. Protein tersebut memberikan perlindungan tanaman pepaya terhadap virus tersebut. Pepaya ini bersifat seperti tanaman kentang tahan virus hasil modifikasi genetika. Pepaya ini telah disetujui untuk digunakan sebagai bahan pangan di Amerika Serikat.
Keuntungan ekonomi
Petani telah mendapatkan bagian besar keuntungan finansial dari tanaman produk bioteknologi. Keuntungan utama yang telah tercatat di Amerika Serikat untuk musim tanaman 1999-2001 mencakup penggunaan insektisida kimia yang lebih sedikit dan peningkatan hasil.
Di negara maju telah terbukti bahwa penggunaan tanaman produk bioteknologi memberikan keuntungan yang nyata. Tanaman generasi pertama tersebut telah memberikan keuntungan yang nyata.
Tanaman generasi pertama (peningkatan ketahanan terhadap hama) telah membuktikan kemampuannya dalam meningkatkan hasil, mengurangi biaya budi daya, meningkatkan keuntungan, serta membantu melindungi lingkungan. Sekarang penelitian dipusatkan pada generasi kedua (peningkatan kandungan nutrisi atau sifat lain) untuk mendukung standar industri. Varietas baru ini harus terbukti bermanfaat bagi berjuta-juta rakyat di negara yang mengalami kekurangan gizi.