Jumlah penderita kanker serviks, menduduki peringkat
teratas di antara penyakit kanker pada pria dan wanita di
Indonesia. Keadaan ini berbeda dengan di negara maju, umumnya
kanker serviks sudah menurun jumlahnya berkat program skrining kanker serviks.
Di Indonesia masalah banyaknya kasus kanker serviks,
diperburuk lagi dengan banyaknya (>70%) kasus yang sudah
berada pada stadium lanjut ketika datang ke Rumah Sakit(1,2).
Beberapa negara maju telah berhasil menekan jumlah kasus
kanker serviks, baik jumlah maupun stadiumnya. Pencapaian
tersebut terutama berkat adanya program skrining massal
antara lain dengan Tes Pap. Namun di Indonesia kebijakan
penerapan program skrining kanker serviks kiranya masih
tersangkut dengan banyak kendala, antara lain luasnya wilayah
negara yang terdiri dari beribu pulau dan juga kurangnya
sumber daya manusia sebagai pelaku skrining, khususnya
kurangnya tenaga ahli patologi anatomik/sistologi dan stafnya,
teknisi sitologi/skriner.
Bila andalan skrining kanker serviks adalah metode Tes
Pap, dengan mengkaji masalah yang ada di Indonesia, kiranya
belum dapat diperkirakan perlu berapa dekade lagi untuk dapat
mewujudkan program skrining massal kanker serviks dengan Tes Pap di Indonesia.
Masalah kanker serviks di Indonesia sangat khas yaitu
banyak, dan ditemukan pada stadium lanjut. Kondisi ini terjadi
juga di beberapa negara berkembang, atau di negara miskin.
Agar tercapai hasil pengobatan kanker serviks yang lebih baik,
salah satu faktor utama adalah penemuan stadium lebih awal.
Pengobatan kanker serviks pada stadium lebih dini, hasilnya
lebih baik, mortalitas akan menurun.
Menengarai masalah yang ada, timbul gagasan untuk
melakukan skrining kanker serviks dengan metode yang lebih
sederhana, antara lain yaitu dengan IVA (Inspeksi Visual
dengan Asam Asetat). IVA adalah pemeriksaan skrining kanker
serviks dengan cara inspeksi visual pada serviks dengan aplikasi
asam asetat (IVA). Dengan metode inspeksi visual yang
lebih mudah, lebih sederhana, lebih mampu laksana, maka
skrining dapat dilakukan dengan cakupan lebih luas, diharapkan
temuan kanker serviks dini akan bisa lebih banyak.
Kemampuan tersebut telah dibuktikan oleh berbagai penelitian.
AKURASI TES PAP
Telah diakui bahwa pemeriksaan Tes Pap mampu menurunkan
kematian akibat kanker serviks di beberapa negara,
walaupun tentu ada kekurangan. Sensitivitas Tes Pap untuk
mendeteksi NIS berkisar 50-98%(5,6) sedang negatif palsu
antara 8-30% untuk lesi skuamosa(7,8) 40% untuk adenomatosa. Adapun Spesifisitas Tes Pap adalah 93%, nilai prediksi positif adalah 80,2% dan nilai prediksi negatif adalah
91,3%. Harus hati-hati justru pada lesi serviks invasif, karena
negatif palsu dapat mencapai 50%, akibat tertutup darah,
adanya radang dan jaringan nekrotik(7,9). Fakta ini menunjukkan
bahwa pada lesi invasif kemampuan pemeriksa melihat
serviks secara makroskopik sangat diperlukan.
MENGAPA PERLU METODE SKRINING ALTERNATIF
DI INDONESIA
Pemikiran perlunya metode skrining alternatif dilandasi
oleh fakta, bahwa temuan sensitivitas dan spesifisitas Tes Pap
bervariasi dari 50-98%. Selain itu juga kenyataannyaa skrining
massal dengan Tes Pap belum mampu dilaksanakan antara lain
karena keterbatasan ahli patologi/sitologi dan teknisi sitologi.
Data dari sekretariat IAPI (Ikatan Ahli Patologi Indonesia)
menunjukkan bahwa jumlah ahli patologi 178 orang pada tahun
1999 yang tersebar baru di 13 provinsi di Indonesia(10) dan
jumlah skriner yang masih kurang dari 100 orang(11) pada tahun
1999.
Sementara itu Indonesia mempunyai sejumlah bidan;
jumlah bidan di desa 55.000 dan bidan praktek swasta (BPS)
kurang sebanyak 16.000(1997)(12). Bidan adalah tenaga
kesehatan yang dekat dengan masalah kesehatan wanita, yang
potensinya perlu dioptimalkan, khususnya untuk program
skrining kanker serviks. Juga adanya fakta bahwa di antara
petugas kesehatan termasuk bidan, kemampuan dan kewaspadaan
terhadap kanker serviks masih perlu diberdayakan.
Kolposkopi
Pemeriksaan melihat porsio (juga vagina dan vulva)
dengan pembesaran 10-15x.; untuk menampilkan porsio, dipulas
terlebih dahulu dengan asam asetat 3-5%. Pada porsio
dengan kelainan (infeksi HPV atau NIS) terlihat bercak putih
atau perubahan corakan pembuluh darah.
Kolposkopi dapat berperan sebagai alat skrining awal,
namun ketersediaan alat ini terbatas karena mahal.Oleh karena
itu alat ini lebih sering digunakan dalam prosedur pemeriksaan
lanjut dari hasil Tes Pap abnormal.
Servikografi
Pemeriksaan kelainan di porsio dengan membuat foto
pembesaran porsio setelah dipulas dengan asam asetat 3-5%
yang dapat dilakukan oleh bidan. Hasil foto serviks dikirim ke
ahli ginekologi (yang bersertifikat untuk menilai).
Pap Net (dengan komputerisasi)
Pada dasarnya pemeriksaan Pap Net berdasarkan pemeriksaan
slide Tes Pap. Bedanya untuk mengidentifikasi sel abnormal
dilakukan secara komputerisasi. Slide hasil Tes Pap
yang mengandung sel abnormal dievaluasi ulang oleh ahli
patologi/sitologi.
Pusat komputerisasi Pap Net yaitu New York, Amsterdam
dan Hongkong. Saat ini di jaringan Pap Net yang ada di
Indonesia slidenya dikirim ke Hongkong.
Tes DNA - HPV
Telah dibuktikan bahwa lebih 90% kondiloma serviks, NIS
dan kanker serviks mengandung DNA-HPV. Hubungannya
dinilai kuat dan tiap tipe HPV mempunyai hubungan patologi
yang berbeda. Tipe 6 dan 11 termasuk tipe HPV risiko rendah
jarang ditemukan pada karsinoma invasif kecuali karsinoma
verukosa. Sementara itu tipe 16, 18, 31 dan 45 tergolong tipe
HPV risiko tinggi. HPV typing dilakukan dengan hibridasi
DNA(14).
Kajian kualitas berbagai metode skrining alternatif
Tiap-tiap metode skrining dapat dikaji dari segi efektifitas,
kepraktisan metode, mampu laksana dan kemudahan tersedianya
sarana.
IVA SEBAGAI METODE SKRINING ALTERNATIF
YANG SESUAI UNTUK INDONESIA
Mengkaji masalah penanggulangan kanker serviks yang
ada di Indonesia dan adanya pilihan metode yang mudah diujikan
di berbagai negara, agaknya metode IVA (inspeksi visual
dengan aplikasi asam asetat) layak dipilih sebagai metode
skrining alternatif untuk kanker serviks. Pertimbangan tersebut
didasarkan oleh pemikiran, bahwa metode skrining IVA itu.
− Mudah, praktis dan sangat mampu laksana.
− Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter
ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan
kesehatan ibu.
− Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana.
− Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana.
Pelaksanaan skrining IVA
Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA,
dibutuhkan tempat dan alat sebagai berikut:
− Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi
litotomi.
− Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien
berada pada posisi litotomi.
− Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks
− Spekulum vagina
− Asam asetat (3-5%)
− Swab-lidi berkapas
− Sarung tangan
Teknik IVA
Dengan spekulum melihat serviks yang dipulas dengan
asam asetat 3-5%. Pada lesi prakanker akan menampilkan
warna bercak putih yang disebut aceto white epithelum.
Porsio sebelum dipulas Gambaran bercak putih
dengan asam asetat pada lesi pra-kanker
Dengan tampilnya porsio dan bercak putih dapat disimpulkan
bahwa tes IVA positif, sebagai tindak lanjut dapat dilakukan
biopsi. Andaikata penemuan tes IVA positif oleh bidan,
maka di beberapa negara bidan tersebut dapat langsung
melakukan terapi dengan cryosergury. Hal ini tentu mengandung
kelemahan-kelemahan dalam menyingkirkan lesi invasif.
Kategori pemeriksaan IVA
Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah
satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
1. IVA negatif = Serviks normal.
2. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau
kelainan jinak lainnya (polip serviks).
3. IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white
epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining
kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini
mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringansedang-
berat atau kanker serviks in situ).
4. IVA-Kanker serviks
Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium
kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan
kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada
stadium invasif dini (stadium IB-IIA).
HASIL TEMUAN
Tentu saja ada keraguan pada metode yang lebih sederhana,
namun telah pula dibuktikan pada beberapa penelitian,
bahwa metode skrining IVA cukup sensitif dan spesifik dalam
upaya skrining kanker serviks, sebagaimana hasil temuan kajian
yang telah dilakukan di Indonesia di bawah ini (walau kajian
di bawah ini dengan bantuan pembesaran Gineskopi).
Kanker serviks adalah masalah kesehatan wanita di
Indonesia, karena jumlahnya yang banyak dan >70% didiagnosis
pada stadium lanjut. Telah ada metode skrining Tes Pap
yang telah diakui sebagai metode skrining yang handal, dengan
berbagai keterbatasannya dalam penemuan kanker serviks pada
tahap pra-kanker.
Namun untuk Indonesia masalah pelaksanaan skrining
massal kanker serviks dengan menggunakan Tes Pap terkait
dengan banyak kendala antara lain luasnya wilayah Indonesia,
penyediaan dana dan keterbatasan SDM.
Karena itu perlu diupayakan suatu terobosan untuk melakukan
skrining kanker serviks, walaupun dengan sensitivitas
dan spesifisitas yang diduga lebih rendah di banding Tes Pap
tapi mempunyai cakupan yang lebih luas. Metode yang dimaksud
adalah inspeksi visual dengan asam asetat (IVA).
Metode ini sangat mungkindilakukan oleh semua tenaga kesehatan
bidan, dokter umum, tentu saja oleh dokter spesialis.
Artikel lainnya di Analisis Dunia Kesehatan
0 komentar:
Posting Komentar