Rabu, 01 Juni 2011

Deteksi Dini Vaginosis Bakterial pada Kehamilan dapat Menurunkan Risiko Persalinan Preterm

Vaginosis bakterial adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang
disebabkan oleh bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan
Lactobacillus yang mempunyai konsenterasi tinggi sebagai flora normal vagina. Dari
penelitian telah diketahui bahwa wanita hamil dengan vaginosis bakterial mempunyai
risiko persalinan preterm 3-8 kali lebih tinggi daripada wanita hamil dengan flora
normal. Selain itu wanita hamil dengan vaginosis bakterial juga mempunyai risiko lebih
tinggi untuk terserang amnionitis, endometritis postpartum, ketuban pecah dini, dan bayi
berat badan lahir rendah.
Secara klinik, untuk menegakkan diagnosis vaginosis bakterial harus ada tiga dari
empat kriteria sebagai berikut, yaitu:
(1) adanya sel clue pada pemeriksaan mikroskopik sediaan basah,
(2) adanya bau amis setelah penetesan KOH 10% pada cairan vagina,
(3) duh yang homogen, kental, tipis, dan berwarna seperti susu,
(4) pH vagina lebih dari 4.5 dengan menggunakan nitrazine paper.
Untuk menurunkan kejadian tersebut, sebaiknya pada wanita hamil dilakukan
pemeriksaan kolonisasi bakteri atau deteksi vaginosis bakterial yang dilakukan pada
awal trimester ke dua kehamilan.

Infeksi memegang peranan penting dalam terjadinya
persalinan preterm. Untuk mencegah atau menurunkan kejadian
persalinan preterm, penting mencari penyebabnya. Dahulu
penelitian-penelitian antara lain ditujukan pada pengenalan
faktor-faktor risiko seperti riwayat obstetri dan faktor-faktor
medis yang diduga berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya persalinan preterm, tetapi ternyata hasilnya tidak
memuaskan. Kemudian diketahui bahwa keadaan kondisi
subklinis, yaitu infeksi genitalia dapat menyebabkan terjadinya
persalinan preterm
(1). Namun sampai saat ini belum diketahui pasti mikroorganisme spesifik yang berhubungan langsungdengan persalinan preterm. Vaginitis non spesifik dapat
disebabkan oleh Gardnerella vaginalis dan kuman lainnya
(2), oleh karena itu pada keadaan tersebut dipakai istilah vaginosis
bakterial. Vaginosis bakterial didefinisikan sebagai suatu keadaan
abnormal pada ekosistem vagina yang dikarakterisasi oleh
pergantian konsentrasi Lactobacillus yang tinggi sebagai flora
normal vagina oleh konsentrasi bakteri anaerob yang tinggi,
terutama Bacteroides sp., Mobilincus sp., Gardnerella vaginalis,
dan Mycoplasma hominis
(3). Jadi vaginosis bakterial bukan suatu infeksi yang disebabkan oleh satu organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan berlebih dari
bakteri yang berkolonisasi di vagina. Nama lain dari vaginosis bakterial adalah non specific vaginitis, Gardnerella vaginitis, Corynebacterium vaginitis,
Haemophilus vaginitis, non specific vaginosis, dan anaerobic vaginosis
(4). Peneliti lain mengatakan bahwa vaginosis bakterial selain ada kaitannya dengan persalinan preterm juga berhubungan dengan berat bayi lahir rendah dan ketuban pecah
dini.

CAIRAN VAGINA PADA KEHAMILAN
Pada kehamilan normal, cairan vagina bersifat asam (pH 4-5), akibat peningkatan kolonisasi Lactobacillus (flora normal vagina) yang memproduksi asam laktat. Keadaan asam yang berlebih ini mencegah pertumbuhan berlebihan bakteri
patogen, sehingga menurunkan risiko persalinan preterm.
Keadaan ini tidak selalu dapat dipertahankan, karena apabila
jumlah bakteri Lactobacillus menurun, maka keasaman cairan
vagina berkurang dan akan mengakibatkan pertambahan
bakteri lain, yaitu antara lain Gardnerella vaginalis,
Mycoplasma hominis, dan Bacteroides sp. keadaan ini juga
dapat terjadi pada wanita dengan Lactobacillus yang tidak
menghasilkan H2O2. Terdapat hubungan timbal balik antara
dihasilkannya H2O2 dengan terjadinya vaginosis bakterial,
meskipun jumlah Lactobacillus tidak menurun.
Wanita hamil dengan vaginosis bakterial mempunyai
risiko lebih tinggi untuk terserang amnionitis, endometritis
postpartum, ketuban pecah dini dan persalinan prematur.

PERANAN VAGINOSIS BAKTERIAL DALAM TERJADINYA PERSALINAN PRETERM
Vaginosis bakterial merupakan tipe yang paling sering
dijumpai pada vaginitis, meskipun 40% kasus asimtomatis.
Keadaan ini dapat terjadi berulang kali; pada beberapa kasus
vaginosis bakterial berhubungan dengan siklus menstruasi. Hal
ini diamati oleh Keane dkk. dengan melakukan pulasan
vagina setiap hari; ternyata beberapa wanita mendapatkan
vaginosis bakterial pada siklus menstruasi, sementara lainnya
mendapatkannya pada sembilan hari pertama siklus menstuasi.
Gravett dkk. menemukan bahwa wanita dengan
vaginosis bakterial akan mempunyai risiko persalinan preterm
3-8 kali lebih tinggi daripada wanita dengan flora normal;
wanita yang melahirkan prematur ternyata lebih banyak yang
mengalami infeksi vaginosis bakterial dibandingkan dengan
wanita yang melahirkan aterm; juga terjadinya ketuban pecah
dini lebih sering terjadi pada wanita dengan vaginosis bakterial
(46%) daripada wanita tanpa vaginosis bakterial (4%).
Perlu diketahui, pada vagina wanita sehat dapat ditemukan
beberapa jenis mikroorganisme antara lain: Mycoplasma
hominis, Ureaplasma urealyticum, Lactobacillus, Streptococcus
agalactiae (Streptococcus grup B), Bacteroides bivius,
Peptostreptococcus, Mobilincus, Gardnerella vaginalis, dan
Fusobacterium nucleatum. Dengan demikian, bila pada
kultur swab vagina ditemukan mikroorganisme tersebut, hal ini
belum berarti telah terjadi infeksi tetapi perlu dikonfirmasikan
dengan gejala klinik. Selain itu juga ditemukan bahwa
konsentrasi Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob pada
sekret vagina wanita hamil dengan vaginosis bakterial adalah
100-1000 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pada wanita
tidak hamil. Di Indonesia sampai saat ini, pemeriksaan
kehamilan belum menyertakan pemeriksaan kolonisasi bakteri
atau adanya vaginosis bakterial sebagai upaya untuk
menurunkan kejadian persalinan preterm; pemeriksaan ke arah
ini, sebaiknya dilakukan pada awal trimester ke dua.

DIAGNOSIS KLINIS VAGINOSIS BAKTERIAL
Diagnosis klinis vaginosis bakterial adalah jika tiga dari
empat kriteria berikut ditemukan, yaitu:
(i) adanya sel clue pada pemeriksaan mikroskopik sediaan basah;
(ii) adanya bau amis setelah penetesan KOH 10% pada cairan vagina;
(iii) duh yang homogen, kental, tipis, dan berwarna seperti susu;
(iv) pH vagina > 4.5 dengan menggunakan phenaphthazine paper (nitrazine paper).

Dari empat kriteria tersebut, yang paling baik adalah
pemeriksaan basah untuk mencari adanya sel clue ( sel epitel
vagina yang diliputi oleh coccobacillus yang padat) dan adanya
bau amis pada penetesan KOH 10%; namun bau amis ini,
pada keadaan tertentu tidak selalu dapat dievaluasi, misal pada
saat menstruasi. Oleh karena itu diperlukan tes tambahan untuk
menunjang diagnosis vaginosis bakterial, antara lain dengan
melakukan pewarnaan Gram.
Berdasarkan uji statistik Thomason Jl dkk dalam
menegakkan diagnosis vaginosis bakterial, maka
(i) apabila ditemukan sel clue pada sediaan basah, akan memberikan
sensitivitas 98.2%, spesifisitas 94.3%, nilai prediksi positif
89.9%, dan nilai prediksi negatif 99%;
(ii) apabila ditemukan sel clue ditambah adanya bau amis, nilai sensitivitasnya 81.6%,
spesifisitas 99.55%, nilai prediksi positif 98.8%, dan nilai prediksi negatif 92.1%;
(iii) apabila dilakukan pewarnaan Gram, maka sensitivitasnya 97%,spesifisitas 66.2%, nilai prediksi positif 57.2%, dan nilai prediksi negatif 97.9%.
Dengan melihat data tersebut, apabila fasilitas laboratorium
belum memadai, maka metode terbaik dalam membantu
menegakkan diagnosis vaginosis bakterial adalah mencari sel
clue pada sediaan basah dan tes adanya bau amis pada
penetesan KOH 10%; tetapi bau amis tidak selalu dapat
dievaluasi pada saat siklus menstruasi, juga tergantung fungsi
penciuman, dengan demikian maka ditemukannya sel clue
saja sudah dapat membantu menegakkan diagnosis vaginosisbakterial.

DETEKSI VAGINOSIS BAKTERIAL DENGAN PEWARNAAN
GRAM
Pemeriksaan sederhana, cepat dan tidak mahal untuk
membantu diagnosis vaginosis bakterial adalah dengan
melakukan pewarnaan Gram pada pulasan cairan vagina.
Kombinasi pH vagina > 4.5 dan pewarnaan Gram dari cairan
vagina merupakan metode yang baik dalam membuat
diagnosis. Meskipun vaginosis bakterial sering dihubungkan
dengan isolasi Gardnerella vaginalis, suatu bakteri anaerob,
tetapi sampai saat ini cara tersebut tidak dapat dipakai untuk
kriteria diagnosis. Pewarnaan Gram pada cairan vagina pasien
dengan vaginosis bakterial memperlihatkan sesuatu yang khas
yaitu banyak organisme Gram negatif ukuran kecil yang
menyerupai Gardnerella vaginalis pada keadaan tidak
dijumpainya Lactobacillus. Berdasarkan penelitiannya Spiegel
dkk. merekomendasikan pewarnaan Gram tanpa kultur pada
cairan vagina untuk membantu menegakkan diagnosis
vaginosis bakterial. Tidak dilakukannya kultur pada kasus ini
karena berbagai mikroorganisme penyebab vaginosis bakterial
sukar dibiakkan. Pada biakan pasien dengan kasus vaginosis
bakterial umumnya ditemukan Gardnerella vaginalis yang nilai
diagnostiknya rendah, karena kuman ini juga dijumpai pada
>40-50% wanita sehat. Hasil penelitian ini diperkuat oleh
penelitian Thomason dkk. yang juga tidak mengevaluasi
hasil kultur karena hanya mempunyai nilai diagnostik rendah.
Namun demikian spesimen swab vagina harus tetap dikirim ke
laboratorium mikrobiologi untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosis lain dan memperkuat diagnosis klinik vaginosis
bakterial. Menurut peneliti tersebut terjadinya vaginosis
bakterial memerlukan tiga keadaan secara bersamaan yaitu
jumlah Lactobacillus harus menurun, sedangkan jumlah bakteri
lainnya meningkat dan pH vagina juga harus meningkat.
Kriteria diagnosis vaginosis bakterial berdasarkan pewarnaan
Gram adalah:
derajat 1: normal, didominasi oleh Lactobacillus;
derajat 2: intermediate, jumlah Lactobacillus berkurang;
derajat 3: abnormal, tidak ditemukan Lactobacillus
atau hanya ditemukan beberapa kuman tersebut, disertai dengan
bertambahnya jumlah Gardnerella vaginalis atau lainnya.
Akhir-akhir ini tingkat kepercayaan dan reproducibility dalam
mengenal berbagai morfologi kuman dari pulasan vagina
dievaluasi.Ternyata diagnosis vaginosis bakterial menggunakan
kriteria Spiegel dkk. tingkat kepercayaannya tidak terlalu
tinggi, karena morfologi kuman berdasarkan pewarnaan
Gram sangat variabel dan sangat tergantung pada kemampuan
interpretasi hasil pewarnaan Gram.
Sistem skoring yang digunakan untuk melihat flora vagina
pada pewarnaan Gram adalah berdasarkan pengenalan
morfologi kuman yang paling dapat dipercaya, yaitu: bentuk
batang Gram positif ukuran besar (Lactobacillus), Gram negatif
halus/batang dengan ukuran bervariasi (Bacteroides atau
Gardnerella), dan Gram negatif bengkok/ batang dengan
ukuran bervariasi (Mobilincus). Meskipun demikian sistem
skoring ini masih tetap mempunyai keuntungan, yaitu dapat
untuk menyingkirkan flora normal atau dengan perkataan lain
dapat untuk membantu menentukan apakah yang terlihat
dengan pewarnaan Gram merupakan gambaran flora normal
atau vaginosis bakterial.

KRITERIA EVALUASI PULASAN VAGINA BERDASARKAN
SKORING
Pulasan vagina pada pewarnaan Gram dilihat di bawah
mikroskop menggunakan pembesaran 100 kali (minyak imersi).
Skoring yang diberikan adalah 0 sampai 10 berdasarkan
proporsi relatif morfologi bakteri, yaitu apakah bentuk batang
Gram positif dengan ukuran besar, bentuk batang Gram negatif
dengan ukuran halus/ batang dengan ukuran bervariasi, atau
bentuk batang bengkok. Skor 0 menunjukkan flora vagina
didominasi oleh Lactobacillus, dan skor 10 menunjukkan
adanya perubahan flora vagina yaitu Lactobacillus digantikan
oleh Gardnerella, Bacteroides, dan Mobilincus.

Vaginosis bakterial didefinisikan sebagai suatu keadaan
abnormal pada ekosistem vagina yang dikarakterisasikan oleh
konsentrasi bakteri anaerob yang tinggi, terutama Bacteroides
sp., Mobilincus sp., Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma
hominis yang menggantikan flora normal vagina yaitu
Lactobacillus. Kasus ini erat hubungannya dengan persalinan
preterm, berat bayi lahir rendah dan ketuban pecah dini. Wanita
dengan vaginosis bakterial akan mempunyai risiko 3-8 kali
lebih tinggi daripada wanita dengan flora normal untuk
mengalami persalinan preterm. Demikian pula terjadinya
ketuban pecah dini lebih sering terjadi pada wanita dengan
vaginosis bakterial (46%) daripada wanita tanpa vaginosis
bakterial (4%).. Untuk terjadinya vaginosis bakterial harus ada
tiga keadaan yang terjadi bersamaan yaitu jumlah Lactobacillus
menurun, jumlah bakteri lainnya meningkat, dan pH vagina
juga harus meningkat. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
sebaiknya dilakukan pemeriksaan ke arah vaginosis bakterial
pada awal trimester ke dua kehamilan untuk menghindarinya.
Adapun pemeriksaan sederhana, cepat dan tidak mahal untuk
membantu diagnosis vaginosis bakterial adalah dengan
melakukan pewarnaan Gram pada pulasan cairan vagina.
Kombinasi pH vagina > 4.5 dan pewarnaan Gram dari cairan
vagina merupakan metode yang baik dalam membuat
diagnosis. Kriteria diagnosis vaginosis bakterial berdasarkan
pewarnan Gram adalah:
derajat 1: normal, di dominasi oleh Lactobacillus;
derajat 2: intermediate, jumlah Lactobacillus berkurang;
derajat 3: abnormal, tidak ditemukan Lactobacillus atau hanya ditemukan beberapa kuman tersebut, disertai dengan bertambahnya jumlah Gardnerella vaginalis atau
lainnya. Cara lain dalam menginterpretasikan hasil pewarnaan
Gram adalah dengan menggunakan sistem skoring, yaitu 0
sampai 10. Skor 0-3 adalah normal; 4-6 digolongkan
intermediate; sedangkan 7-10 dinyatakan sebagai vaginosis
bakterial.

Artikel lainnya di Analisis Dunia Kesehatan

0 komentar: